Selasa, Januari 20, 2009
Pernah dengar ungkapan “Hidup itu seperti roda yang berputar”, ironis sekali memang. Di saat kita berada di atas, kita selalu dituntut untuk kembali mengingat kalau kita pasti akan menempati level terbawah dalam posisi kita. Maksudnya? Ah, itu nanti dulu. Yang jelas anda pasti pernah dengar ungkapan itu kan?

Ilmu itu mengajarkan kita untuk lebih bijaksana lagi. Pada saat kita sedang berada di puncak, dan puncak-puncak yang lain, janganlah lupa yang masih ada di bawah kita. Bisa jadi mereka yang mendongkrak kita. Kita seperti roda, anggap saja kita adalah ban (roda kendaraan) sebuah benda yang bentuknya melingkar, yang karetnya satu sama lain tidak terpisah bahkan kita pun menganggap roda itu ya itu, karetnya cuma satu itu yang mengelilingi roda itu. Yah, orang awam tuh ngeliatnya pasti seperti itu. Tetapi buat memperkuat pengertian di atas. Tinjauannya dari segi struktur kimia saja ya, yang katanya karet itu terdiri dari susunan partikel yang tersusun rapat yang masing-masing saling mendukung yang lainnya, bukan begitu? hehehe

Dari penjelasan tersebut, bisa dipastikan lagi, saat roda berada di atas (kita, kalau sedang berdiri di puncak kemenangan) pasti di dukung yang ada di belakangnya. Yah, walaupun juga muncul kepastian lain, dari ilmu roda juga, yang mendukung bisa jadi yang mendorong kita terjerembab ke bawah. Berganti dengan mereka yang berada di atas, begitu seterusnya.

Yang lebih bijaksana, maksudnya? Okelah, kita ingin bertahan terus di atas dengan menepis anggapan kita bisa di bawah. Keinginan sobat-sobat juga pasti seperti itu kan? Jikalau kita melibatkan jalan yang dilalui roda itu, coba apabila melewati tanjakan yang terjal. Roda belakang berada di posisi bawah semua kan? Yang semua berjuang untuk mencapai titik tinggi yang diinginkan secara bersama-sama kan? Nah! Itu loh maksudnya! Walaupun dalam roda itu ada di posisi paling tinggi. Harus terus bersama-sama maju untuk bisa sampai ke tempat yang ingin dituju bersama-sama.

Cerita tentang kita yang selalu dituntut untuk kembali mengingat kalau kita pasti akan menempati level terbawah dalam posisi kita ya itu tadi, pada saat kita bersama-sama menghadapi jalan yang menanjak, kita sama-sama berada di bawah dengan yang lain, sama-sama ingin mendaki, sama-sama tidak ingin jatuh, jelas-jelas di bawah itu tidak enak.

Entah siapa yang pertama kali mengungkapkan kata-kata mutiara tersebut, dia seperti dengan sangat mudah menelurkannya. Padahal sangat banyak yang bisa pelajari dari kalimat itu. Yang saya ungkap masih dari sisi yang tipis seorang yang baru belajar. Masih banyak hal yang bisa diungkap lagi. Bolehlah kalau artikel ini saya anggap belum selesai. Tapi ini akan menjadi topik yang bisa dipisahkan dari yang lain kok. Sesuatu rangkaian paragraf yang cukup untuk mengutarakan rasa terima kasih saya sekaligus sebagai pengingat buat si pencapai puncak O-om, Kang Rohman, Fatih Syuhud yang masih juga ingat orang-orang di bawahnya dengan mencoba mengajari mereka untuk bisa seperti beliau-beliau. Bukannya menyanjung loh, buktinya ada tulisan “sekaligus sebagai pengingat…”, hehehe tapi memang begitu keadaannya. Saya saja yang merasa kurang cukup berterimakasih kalau cuman melalui kotak komentar. Salute to you all.

0 comments:

Posting Komentar

Alhamdulillah jadi juga satu artikel lagi. Buat yang penasaran pengen komeng. Jangan ke sini. Tapi kalau penasaran pengen komen, yuk mari...

 
//add jQuery library