Rabu, November 18, 2009
2
Andi sedih. Di depan memang tak terlihat. Tapi di balik ketegarannya itu, dia menyimpan penyesalan yang sangat dalam. Bukan apa-apa. Mungkin sederhana bagi yang lain. Ini sangat berarti baginya. Berulang-ulang diterawangnya tembok putih di belakang komputer di meja kantor. Jauh di sana. Walau cuma putih. Dia tidak memikirkan itu, tapi cukup membantunya berfikir jauh.

Diingatnya kejadian sore tadi di ATM. Saat sedang tergesa perlu uang untuk membeli CD kosong. Mau dipakainya memback up file. "Huh, kurang ajar! Apa kartu ATM orang sekampung dibawa semua kali, ya?! Masa bisa sampai selama ini?", gerutunya. Berdiri di antrian pertama, tapi tak ada orang lagi di belakangnya. Baru sekitar tiga menit berjalan. Suasananya mendung. Gerimis cuma kecil saja. Tapi sudah agak lama akhirnya banyak genangan di sana-sini. Dingin juga. Andi ingin segera masuk bilik ATM meski dia tahu di dalam dingin juga.

Gerutunya sengaja dikeraskan. Mungkin ibu tua gendut berambut panjang tak rapi di dalam sana mendengarnya. Yang jelas maksudnya bukan itu. Ingin berbagi dengan ibu tua lusuh yang berdiri menggigil lalu duduk mendekap lutut erat karena kedinginan persis di kusen pintu ATM nya. Berbagi jengkel! Ibunya cuma tersenyum, tapi... "Mas, bisa tolong saya. Mohon keikhlasannya bersedekah. Perut ini mual. Untuk membeli obat. Tolong". Heh, aneh nih orang, "Tidak ada, Bu!". Jujur di dalam hati Andi ingin membantu. Ada sekitar empat ribuan dalam dompet, dua ribu pasti cukup. Namun keinginan itu tertutup emosi yang tak sabar. Tak sekedar menolak untuk ikhlas, Andi bergumam, "Ini lagi... diajak ngobrol malah minta-minta!". Ibu gendut gaya rambut megaloman keluar sarang. Makiannya tak kalah hebat. Haha katanya kalau sudah selesai gak mungkin menginap, Om. Sudah kututup pintunya tapi masih kudengar umpatannya. Kudengar lagi dia malah lebih sukses dariku dalam hal ngajak ngobrol pengemis itu.

Hufff... bentar ya, Bu. Setelah ini aku sedekahkan sesuai rencana. Namun apa yang terjadi? Andi terkejut. Pada saat keluar dari ATM, ibu yang sakit tadi sudah tidak ada. Dicarinya lebih teliti lagi tetap tidak terlihat. Andi mulai merasa bersalah. Kenapa tidak dari awal saja. Tak seharusnya aku tunda... bagaimana jika DIA juga menunda pertolongannya untukku. Karma pasti terjadi. Maafkan aku, Nek... Andi menyesal.

Sibuk Back Up File tak mengurangi kegalauannya. Sepi ruang malam itu begitu cocok menemani sesal sore itu.

2 comments:

  1. Inspiring story...

    Jangan tunda berbuat baik .
    penyesalan adalah alarm bahwa hati masih bekerja dengan baik.

    BalasHapus
  2. jadi terharu hiks..penyesalan selaltu datang lat..

    BalasHapus

Alhamdulillah jadi juga satu artikel lagi. Buat yang penasaran pengen komeng. Jangan ke sini. Tapi kalau penasaran pengen komen, yuk mari...

 
//add jQuery library