Senin, November 02, 2009
1
Aku biasa bangun pagi-pagi. Walaupun ku tak tahu yang kumaksud pagi itu seperti apa. Yang penting, dulu ibu mengajariku waktu pagi itu waktu ayam mulai berkokok. Adzan Subuh yang meramai bersahutan di tengah hening suasana. Biasanya kalau sudah seperti itu aku bangun dari tidur duduk di tepian kasur, untuk mengumpulkan nyawa sebentar. Lalu, ke kamar mandi.

Tenang, aku tak perlu meraba-raba lagi, atau menggunakan tongkat sebagai penuntunku. Aku sudah hafal. Kamar cuma sejengkal saja, jedhing ( Kamar Mandi sederhana, red), yang cuma bilik kecil dengan satu ember sedang berisi air. Tanpa keran. Alhamdulillah saja masih ada tetangga yang bersedia, setiap hari mengirim secuil air tuk mengisi bilik itu... letaknya persis di samping tempatku tidur. Haha cukup berbangga juga, di tempat ini, rumahku, sementara aku bisa menjadi orang normal.

Oh, iya. Perkenalkan namaku, Rio. Aku sebatang kara. Dulu aku punya keluarga. Ayah, ibu, dan... aku anak bungsu dari sepuluh bersaudara. Aku tidak diberikan kelengkapan tubuh seperti yang semua kakakku punya. Aku dilahirkan buta. Kehormatan keluarga lebih dipilih daripada kemungilanku. Ceriaku yang seharusnya bisa menghangatkan suasana tampak tak berarti. Begitu cerita ibu susuhku. Dari bibir tuanya juga aku tahu aku dititipkan.

Ibu
ku ini sempat menjadi pembantu di kerajaan keluarga. Umurnya tidak pas lagi. Lagipula dengan dititipkannya aku, sepertinya tidak akan merubah keadaan kalau beliau tetap bekerja di sana. Dengan pensiunannya. Cukup untuk modal usaha sekedar buka warung saja. Ibuku ini aneh. Mendapat anak buta sepertiku saja senangnya setengah mati. Bukan karena aku anak orang kaya lho. Malah beliau menolak kemapanan yang dijanjikan orangtuaku. Katanya, "Aku sudah bersyukur sekali dapat Rio, aku tak mau merepotkan ndoro lagi. Ah, aneh. Pak Udin tukang becak yang sering mangkal di depan warung yang cerita begitu.

Ah, sekelumit saja ceritaku. Itu masa lalu. Sekarang aku jauh dari kesan sukses. Bukan cuma jauh, kalau jalannya lurus walau jauh masih bisa kelihatan. Ini sudah jauh, berlika-liku lagi. Penat.

Sudah. Aku mau sholat dulu, air seember itu harus cukup untuk mandi, msak air untuk sepoci teh pagi. Sisanya buat wudhu. Agak aneh ya? Orang kayak aku bisa melakukan semua itu. Kekuranganku sekarang telah menjadi kekuatanku untuk mandiri. Sebentar lagi aku mau bekerja. Aku sholat dulu ya... nyambung

1 comments:

  1. hhhmmm.... orang hebat ya itu, bisa merubah kekurangan menjadi kelebihan... :)

    BalasHapus

Alhamdulillah jadi juga satu artikel lagi. Buat yang penasaran pengen komeng. Jangan ke sini. Tapi kalau penasaran pengen komen, yuk mari...

 
//add jQuery library