Halah. Kalau suaranya memelas. Ditambah kondisi yang patut dikasihani sih masih mending."Assalaamualaikum. Bu, nyuwun Bu."
Ini yang aku dengar sepertinya aku kenal. Kalau teman pengen tahu. Nadanya keren. Dia tahu dia pengemis. Jadi dia posisikan dirinya begitu. Seakan dia berkata "Ini loh, aku ini seorang pengemis. Mestinya bapak ibu tahu donk. Mesti diberi sedekah. Jangan dicuekin".
"Bu, nyuwun." Suaranya kembali terdengar lebih keras dari yang tadi. Padahal itu bukan dari depan rumahku. Paling tidak masih tertutup dua rumah lagi. Dan suara itu terus berulang. Makin jelas saja.
Kalau aku lihat. Sebetulnya dari perawakannya. Dia masih kuat jadi pekerja. Pembantu mungkin. Atau tukang cuci rumahan. Masih mending daripada meminta-minta. Dengan setelan yang memang cocok dengan penampilan pengemis. Baju lusuh, sobek-sobek. Dan seperti jarang mandi. Bagi penilaianku, dia masih lebih terhormat bekerja seperti yang aku ucapkan tadi. Tidak apa-apa kalau dia memilih itu sebagai jalan hidupnya. Tapi ya jangan ke aku mintanya. Aku lebih ikhlas memberi ke yang memang pantas untuk diberi. Yang orang sudah tua. Atau lainnya. Pokoknya yang tak memungkinkan tuk muncul penilaian seperti tadi.
Ibuku, sepulang dari mengajar. Naik angkot, searah dengan 'Yang berpenampilan sebagai pengemis'. Mungkin beda kasus dengan yang kuomongkan sekarang. Tapi cukup mempengaruhi pola pikirku. Mereka, dari yang ibuku dengar, sedang mengeluh. "Payah, di sini cuma sedikit yang kudapat. Lebih banyak di daerah kamu sekarang". Yang satunya menimpali, "Apaan, biasanya seratus lebih aku dapat. Ini cuma enam puluh. Padahal sudah kusinggahi satu-satu rumah di desa itu". Hah? Enam puluh ribu masih kurang?!
Haha, sekelumit cerita saja. Ibu cuma bisa menggeleng. Segede itu dikalkulasi sudah lebih dari pendapatan seorang guru saat itu. Segitu masih ngeluh?! Astagfirullah.
Suara itu masih sempat berulang sebentar. Sesudahnya terdengar langkah kaki di depan jendela kamarku. Aku tak menolehnya. Sudah malas. Di rumah di sampingku. Suaranya kembali terdengar. Lalu hilang. Sepi, yang kuharap tadi muncul lagi.
Semua jawabnya mungkin ada disini Bro....
BalasHapusWahai kawan bijak bestari
Dengar tuturku tentang diri
Bukan maksud n`tuk mengadili
Sekedar melihat potret negeri
Di satu titik jalan Fatmawati
Rutin kulihat setiap pagi
Seorang pria legam berdiri
Membungkuk badan mencari-cari
Dengan hiba wajah memelas
Baju kusam membungkus badan
Satu dua pengendara berwelas
N`tuk sekadar beri recehan
Jalanan sepi pria menepi
Rokok dibakar asap mengepul
Dari kantongnya sesuatu berbunyi
Telepon cellular ternyata menyembul
Halo – halo teriak sang pria
Jawab sapaan di seberang sana
Dari wajahnya dapat diduga
Mungkin kekasih yang menelponnya
Penggemis hanya satu sisi
Yang mempertontonkan potret diri
Bukankah semua sama seperti
Bermuka dua dan basa-basi
Ada birokrat berlaku ningrat
Ada pemimpin berlupa diri
Ada pejabat berperangai bejat
Ada politisi suka ngibuli
Masih banyak sama seperti
Lihatlah jauh ke lubuk hati
Tak kanlah susah mencari-cari
Diri sendiri bisalah jadi
Akh...
Lengkap sudah …
Sebuah potret diri
Tentang lelaku anak negeri
Semua sempurna tak ada caci
Kepalsuan dikasihani
Kebohongan dipuja puji
Kepura-puraan dipertuhani
Mas nyuwun mas...., kalau dengarnya malam-malam, pas lagi sendirian, tapi suaranya renyah, mesra mendayu-dayu (yakin suara cewe cantik), gimana vin....?
BalasHapusasli langsung ta 'kasih' asal benar-benar uwong loh mba newsoul, hehe ngomong-ngomong ngasih apa ya?
BalasHapusIya nh skarang mulai banyak pengemis yg masih seger badan na.. Pd males krja kaya na he..he..
BalasHapusparah bangeet tuh....
BalasHapusgw juga suka sebel ma pengemis yang badannya masih sehat gitu..trus suka maksa....
payah.......
udah dikasih rezeki ma Allah...masih aja ngeluh..padahal mereka cuma minta2 doank....
moga mereka terbuka hatinya utk bekerja lebih baik....tangan diatas..bukan selalu dibawah
Iya yg seperti itu sepertinya sudah banyak yah di negeri kita ini. Jadi memprihatinkan
BalasHapusMenjadi pengemis itu juga terpaksa lho mas
BalasHapuskalo dia boleh memilih
dia juga ingin jadi blogger kaya kita
bisa pegang komputer
tapi nasib yang membawa mereka berada dalam ketidak beruntungan dan kemalasan yang terus menerus